Archive for April 2014

BI Jamin Keuangan Perbangkan RI Lebih sehat dari 1998

Kamis, 10 April 2014
Posted by Putra Dwiyanto

Meski saat ini Indonesia terkena imbas dari penurunan ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat (AS), tapi kondisi perbankan di tanah air terbilang sehat bila dibandingkan era 1997-1998 saat krisis moneter (krismon) parah yang mengguncang hampir seluruh negara.

"Kalau secara umum, kondisi perbankan Indonesia di tahun ini jauh lebih sehat ketimbang tahun 1997-1998, terutama di bidang tata kelola, manajemen risiko, prinsip kehati-hatian (pruden) dan kualitas dari keuangannya," tegas Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di Jakarta, Senin (16/9/2013) malam.

Dari sisi kinerja keuangan, dia menilai, secara industri rasio kecukupan modal bank-bank di Indonesia lebih dari 17%, rasio kredit bermasalahnya di bawah 3% serta rasio keuntungan dan loan to deposit ratio (LDR) masuk dalam kondisi sehat.

"Di tingkat individu, kami mengamati perbankan di Indonesia menggunakan cara stress testing untuk menguji kredit bermasalah, likuiditas dan kecukupan modal," sambungnya.

Berdasarkan hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus lalu, Agus bilang, BI memutuskan untuk melakukan upaya supervisory action. Hal ini ditempuh demi meyakinkan bahwa perbankan Indonesia benar-benar dalam kondisi prima.

"Kalau melakukan stress testing dengan mengasumsikan kurs rupiah melemah cukup berat dan tingkat bunga tinggi maka akan ada beberapa bank yang perlu diperhatikan. Bank-bank itulah yang perlu dilakukan supervisory action," jelas dia.

Dia menganggap, bank seharusnya dapat membaca dan  menyadari membutuhkan arahan bank sentral apabila pertumbuhan kredit sudah berada di angka 20%. Risikonya, tentu perlambatan ekonomi dan tingkat bunga cenderung meningkat.

"Kami optimistis perbankan skala besar, menengah dan kecil di tanah air dalam keadaan baik. Kami akan pantau terus karena kami tidak ingin terjadi pelemahan di sistem perbankan nasional," tandas Agus. 

Ajukan Pasal ke MK, LPS Ingin Kerahasian Bank Bisa Diakses

Posted by Putra Dwiyanto
LPS ingin mendapat satu ketegasan terhadap penafsiran dari substansi pada pasal-pasal yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan kerahasiaan bank

Jakarta–Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hari ini menjalani sidang kedua di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang (UU) Pasar Modal dan UU LPS yang dianggap hingga kini belum memili kepastian hukum.
Mengingat salah satu pasal UU pasar modal, yakni pasal 45 menyebutkan bahwa Kustodian (penyimpan aset) hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada rekening Efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening (saham) atau pihak yang diberi wewenang yang bertindak atas namanya.
Dengan demikian, jika pada kondisi LPS bakal melakukan penjualan terhadap seluruh saham pada sebuah bank gagal, maka kustodian tetap tidak bisa mengeluarkan efek selama pemegang saham lama dari bank tersebut tidak memberi perintah atau persetujuan tertulis kepada LPS
Kuasa Pemohon LPS, Eri Hertiawan mengatakan, bahwa intinya LPS dalam sidang ini menginginkan agar kerahasian pada perbankan nasional dapat diakses oleh pihak LPS. LPS sendiri ingin mendapat satu ketegasan terhadap penafsiran dari substansi pada pasal-pasal yang diajukan kepada MK yang terkait dengan kerahasiaan bank.
“Masalah siapa yang diberi kuasa untuk melakukan penjualan, karena kan didalam UU pasar modal ada pihak-pihak yang mejual itu, atau pihak yang diberi wewenang atau diberi kuasa. Lalu kemudian mengenai pasal-pasal kewajiban penjualan saham, artinya UU sendiri kan sudah jelas ada jangka waktu tertentu untuk melakukan penjualan seluruh jumlah saham, nah itu lah kira-kira kita sampaikan ke MK,” ujar Eri, di Gedung Mahkamah Konstiusi, Jakarta, Kamis, 10 April 2014.
Menurutnya, terkait dengan penjualan saham perbankan, pihaknya juga menginginkan ada satu kepastian bagaimana LPS bisa melaksanakan kewajibannya sesuai dengan UU LPS. Karena sebagai lembaga penjamin, LPS bertugas untuk menjaga stabilitas ekonomi terkait dengan bank yang berdampak sistemik, atau tidak berdampak sistemik. “Mungkin itu dulu, karena ini masih pemeriksaan pendahuluan,” tukasnya.
Sementara itu, berdasarkan pasal-pasal yang disampaikan ada pasal-pasal terkait kerahasiaan bank. “Ada pasal-pasal masalah kewajiban penjualan dalam waktu tertentu, ada juga pasal mengenai siapa yang berwenang menjual itu,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, mengenai kerahasian perbankan tersebut, dirinya berharap agar LPS dapat membuka kerahasiaan bank-bank. “Seharusnya seperti itu, LPS bertugas menyelamatkan Bank, seharusnya yang bertugas menyelamatkan Bank ini boleh mendapatkan informasi, wong itu tugas pokonya kok, kurang lebih seperti itu,” papar Eri.
Sebagaimana diketahui, dalam uji materi, LPS telah mengajukan beberapa pasal, seperti Pasal 45 UU Pasar Modal dan Pasal 6 ayat (1) huruf d, Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5), Pasal 42 ayat (5), Pasal 85 ayat (2), (3) UU LPS terkait kewenangan LPS mengambilalih hak dan wewenang pemegang saham dalam penanganan bank gagal berdampak sistemik.
Sekretaris Lembaga LPS, Samsu Adi Nugroho, menegaskan bahwa pihaknya sesuai dengan UU No. 24 tahun 2004 merupakan lembaga independen, transparan dan akuntabel yang berkewajiban untuk menjamin simpanan nasabah dan memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
LPS dalam menjalankan kewajibannya selalu tunduk kepada semua perundang-undangan. “Itulah alasan kami mengajukan uji tafsir (judicial review. Melalui langkah ini, harapannya bisa menjadi fokus pada tugas fungsi dan wewenang yang ada, yaitu menjamin dana nasabah sampai dengan Rp2 miliar dan turut serta menjaga stabilitas sistem perbankan di Indonesia,” tutupnya. (*)