Archive for April 2014
BI Jamin Keuangan Perbangkan RI Lebih sehat dari 1998
Meski saat ini Indonesia terkena imbas dari penurunan ekonomi di Eropa
dan Amerika Serikat (AS), tapi kondisi perbankan di tanah air terbilang
sehat bila dibandingkan era 1997-1998 saat krisis moneter (krismon)
parah yang mengguncang hampir seluruh negara.
"Kalau secara umum, kondisi perbankan Indonesia di tahun ini jauh lebih sehat ketimbang tahun 1997-1998, terutama di bidang tata kelola, manajemen risiko, prinsip kehati-hatian (pruden) dan kualitas dari keuangannya," tegas Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di Jakarta, Senin (16/9/2013) malam.
Dari sisi kinerja keuangan, dia menilai, secara industri rasio kecukupan modal bank-bank di Indonesia lebih dari 17%, rasio kredit bermasalahnya di bawah 3% serta rasio keuntungan dan loan to deposit ratio (LDR) masuk dalam kondisi sehat.
"Di tingkat individu, kami mengamati perbankan di Indonesia menggunakan cara stress testing untuk menguji kredit bermasalah, likuiditas dan kecukupan modal," sambungnya.
Berdasarkan hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus lalu, Agus bilang, BI memutuskan untuk melakukan upaya supervisory action. Hal ini ditempuh demi meyakinkan bahwa perbankan Indonesia benar-benar dalam kondisi prima.
"Kalau melakukan stress testing dengan mengasumsikan kurs rupiah melemah cukup berat dan tingkat bunga tinggi maka akan ada beberapa bank yang perlu diperhatikan. Bank-bank itulah yang perlu dilakukan supervisory action," jelas dia.
Dia menganggap, bank seharusnya dapat membaca dan menyadari membutuhkan arahan bank sentral apabila pertumbuhan kredit sudah berada di angka 20%. Risikonya, tentu perlambatan ekonomi dan tingkat bunga cenderung meningkat.
"Kami optimistis perbankan skala besar, menengah dan kecil di tanah air dalam keadaan baik. Kami akan pantau terus karena kami tidak ingin terjadi pelemahan di sistem perbankan nasional," tandas Agus.
"Kalau secara umum, kondisi perbankan Indonesia di tahun ini jauh lebih sehat ketimbang tahun 1997-1998, terutama di bidang tata kelola, manajemen risiko, prinsip kehati-hatian (pruden) dan kualitas dari keuangannya," tegas Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di Jakarta, Senin (16/9/2013) malam.
Dari sisi kinerja keuangan, dia menilai, secara industri rasio kecukupan modal bank-bank di Indonesia lebih dari 17%, rasio kredit bermasalahnya di bawah 3% serta rasio keuntungan dan loan to deposit ratio (LDR) masuk dalam kondisi sehat.
"Di tingkat individu, kami mengamati perbankan di Indonesia menggunakan cara stress testing untuk menguji kredit bermasalah, likuiditas dan kecukupan modal," sambungnya.
Berdasarkan hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus lalu, Agus bilang, BI memutuskan untuk melakukan upaya supervisory action. Hal ini ditempuh demi meyakinkan bahwa perbankan Indonesia benar-benar dalam kondisi prima.
"Kalau melakukan stress testing dengan mengasumsikan kurs rupiah melemah cukup berat dan tingkat bunga tinggi maka akan ada beberapa bank yang perlu diperhatikan. Bank-bank itulah yang perlu dilakukan supervisory action," jelas dia.
Dia menganggap, bank seharusnya dapat membaca dan menyadari membutuhkan arahan bank sentral apabila pertumbuhan kredit sudah berada di angka 20%. Risikonya, tentu perlambatan ekonomi dan tingkat bunga cenderung meningkat.
"Kami optimistis perbankan skala besar, menengah dan kecil di tanah air dalam keadaan baik. Kami akan pantau terus karena kami tidak ingin terjadi pelemahan di sistem perbankan nasional," tandas Agus.
Ajukan Pasal ke MK, LPS Ingin Kerahasian Bank Bisa Diakses
LPS ingin mendapat satu
ketegasan terhadap penafsiran dari substansi pada pasal-pasal yang
diajukan kepada Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan kerahasiaan bank
Jakarta–Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hari ini
menjalani sidang kedua di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang
(UU) Pasar Modal dan UU LPS yang dianggap hingga kini belum memili
kepastian hukum.
Mengingat salah satu pasal UU pasar modal, yakni
pasal 45 menyebutkan bahwa Kustodian (penyimpan aset) hanya dapat
mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada rekening Efek atas
perintah tertulis dari pemegang rekening (saham) atau pihak yang diberi
wewenang yang bertindak atas namanya.
Dengan demikian, jika pada
kondisi LPS bakal melakukan penjualan terhadap seluruh saham pada sebuah
bank gagal, maka kustodian tetap tidak bisa mengeluarkan efek selama
pemegang saham lama dari bank tersebut tidak memberi perintah atau
persetujuan tertulis kepada LPS
Kuasa Pemohon LPS, Eri Hertiawan
mengatakan, bahwa intinya LPS dalam sidang ini menginginkan agar
kerahasian pada perbankan nasional dapat diakses oleh pihak LPS. LPS
sendiri ingin mendapat satu ketegasan terhadap penafsiran dari substansi
pada pasal-pasal yang diajukan kepada MK yang terkait dengan
kerahasiaan bank.
“Masalah siapa yang diberi kuasa untuk
melakukan penjualan, karena kan didalam UU pasar modal ada pihak-pihak
yang mejual itu, atau pihak yang diberi wewenang atau diberi kuasa. Lalu
kemudian mengenai pasal-pasal kewajiban penjualan saham, artinya UU
sendiri kan sudah jelas ada jangka waktu tertentu untuk melakukan
penjualan seluruh jumlah saham, nah itu lah kira-kira kita sampaikan ke
MK,” ujar Eri, di Gedung Mahkamah Konstiusi, Jakarta, Kamis, 10 April
2014.
Menurutnya, terkait dengan penjualan saham perbankan,
pihaknya juga menginginkan ada satu kepastian bagaimana LPS bisa
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan UU LPS. Karena sebagai lembaga
penjamin, LPS bertugas untuk menjaga stabilitas ekonomi terkait dengan
bank yang berdampak sistemik, atau tidak berdampak sistemik. “Mungkin
itu dulu, karena ini masih pemeriksaan pendahuluan,” tukasnya.
Sementara
itu, berdasarkan pasal-pasal yang disampaikan ada pasal-pasal terkait
kerahasiaan bank. “Ada pasal-pasal masalah kewajiban penjualan dalam
waktu tertentu, ada juga pasal mengenai siapa yang berwenang menjual
itu,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, mengenai kerahasian
perbankan tersebut, dirinya berharap agar LPS dapat membuka kerahasiaan
bank-bank. “Seharusnya seperti itu, LPS bertugas menyelamatkan Bank,
seharusnya yang bertugas menyelamatkan Bank ini boleh mendapatkan
informasi, wong itu tugas pokonya kok, kurang lebih seperti itu,” papar
Eri.
Sebagaimana diketahui, dalam uji materi, LPS telah
mengajukan beberapa pasal, seperti Pasal 45 UU Pasar Modal dan Pasal 6
ayat (1) huruf d, Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5), Pasal 42 ayat
(5), Pasal 85 ayat (2), (3) UU LPS terkait kewenangan LPS mengambilalih
hak dan wewenang pemegang saham dalam penanganan bank gagal berdampak
sistemik.
Sekretaris Lembaga LPS, Samsu Adi Nugroho, menegaskan
bahwa pihaknya sesuai dengan UU No. 24 tahun 2004 merupakan lembaga
independen, transparan dan akuntabel yang berkewajiban untuk menjamin
simpanan nasabah dan memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai
dengan kewenangannya.
LPS dalam menjalankan kewajibannya selalu tunduk kepada semua perundang-undangan. “Itulah alasan kami mengajukan uji tafsir (judicial review.
Melalui langkah ini, harapannya bisa menjadi fokus pada tugas fungsi
dan wewenang yang ada, yaitu menjamin dana nasabah sampai dengan Rp2
miliar dan turut serta menjaga stabilitas sistem perbankan di
Indonesia,” tutupnya. (*)