Putra Dwiyanto
On Sabtu, 27 April 2013
Pengaruh pertambahan penduduk di
lingkungan perkotaan terhadap kehidupan masyarakat, dapat bersifat positif
bersifat negatif. Yang paling banyak disoroti oleh para perencana kota adalah
pengaruh negatif pertambahan penduduk, antara lain terbentuknya pemukiman
kumuh, yang sering disebut sebagai slum area. Daerah ini sering
dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat
merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan
sumber penyakit sosial lainnya. Disamping itu, Mc Gee (1971) memandang
bahwa perpindahan penduduk ke kota sering mengakibatkan urban berlebih yang
pada akhirnya menimbulkan banyak masalah yang berhubungan dengan pengangguran,
ketidakpuasan di bidang sosial dan ekonomi.
Pada umumnya kaum migran semakin terjebak ke dalam keadaan kehidupan perekonomian yang semakin memburuk. Ketidak berhasilan dalam perjuangan usaha untuk memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan hidup ini semakin mendorong terbentuknya sikap anomie sebagai akibat dari keputusasaan dan kehilangan pegangan hidup bagi kaum migran. Anomie terjadi karena tujuan yang sudah ditentukan semula dengan persiapan modal, keterampilan dan berbagai cara yang dianggap dapat diandalkan, ternyata tidak dapat diwujudkan. Kecuali itu karena motivasi untuk mencapai sukses terlalu tinggi yang tidak seimbang dengan kemampuan persaingan dan kerja keras.
Kaum migran biasanya tidak sanggup dan bahkan gagal dalam usaha mencapai kemajuan, kesejahteraan dan kepuasaan yang diharapkan di tengah-tengah kehidupan perkotaan yang komplek penuh dengan persaingan dengan modal kejujuran dan kebenaran. Akibatnya adalah menimbulkan dorongan baru bagi kaum migran untuk mengubah, mencari dan mengadopsi cara-cara baru yang dianggap dapat mencapai keberhasilan, kendatipun harus melanggar norma-norma sosial atau tujuan-tujuan budaya dan cara-cara ilegal lainnya.
Peristiwa ini cenderung menimbulkan
kesulitan tersendiri, terutama bagi penduduk yang datang dari pedesaan. Hal ini
terjadi antara lain karena adanya perbedaan struktur sosial antara desa dan
kota. Adanya perbedaan nilai budaya dan nilai kemasyarakatan yang dialami
penduduk pendatang, mengakibatkan hilangnya norma yang dapat dijadikan standar
dalam mencapai tujuan perpindahannya ke kota. Keadaan ini biasanya ditandai
dengan ditinggalkannya kebiasaan yang lama dan mulai menginjak pada kebiasaan
yang baru.
Penduduk kota yang semakin
membengkak ini sudah barang tentu akan menyebabkan timbulnya berbagai kerawanan
sosial di perkotaan. Para migran dari desa ketika pertama kali datang ke kota
akan mengalami kesulitan-kesulitan, baik dalam memperoleh prasarana hidup di
kota, maupun bebab psikologis yang dihadapi terhadap lingkungan perkotaan.
Terjadinya benturan dari kebiasaan lama ke kebiasaan baru yang pada akhirnya
menimbulkan krisis identitas yang merupakan manifestasi dari ketiadaan norma
(anomie), yakni kesenjangan antara ditinggalkannya norma tradisional yang
mereka hayati sewaktu tinggal di desa dengan diterimanya norma baru di kota.
Keadaan ini akan memudahkan para migran melakukan perbuatan yang melanggar
norma (perilaku menyimpang) ataupun terjerumus ke dalam tindakan-tindakan
kejahatan (Nasikun, 1980).
Pada umumnya kaum migran semakin terjebak ke dalam keadaan kehidupan perekonomian yang semakin memburuk. Ketidak berhasilan dalam perjuangan usaha untuk memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan hidup ini semakin mendorong terbentuknya sikap anomie sebagai akibat dari keputusasaan dan kehilangan pegangan hidup bagi kaum migran. Anomie terjadi karena tujuan yang sudah ditentukan semula dengan persiapan modal, keterampilan dan berbagai cara yang dianggap dapat diandalkan, ternyata tidak dapat diwujudkan. Kecuali itu karena motivasi untuk mencapai sukses terlalu tinggi yang tidak seimbang dengan kemampuan persaingan dan kerja keras.
Kaum migran biasanya tidak sanggup dan bahkan gagal dalam usaha mencapai kemajuan, kesejahteraan dan kepuasaan yang diharapkan di tengah-tengah kehidupan perkotaan yang komplek penuh dengan persaingan dengan modal kejujuran dan kebenaran. Akibatnya adalah menimbulkan dorongan baru bagi kaum migran untuk mengubah, mencari dan mengadopsi cara-cara baru yang dianggap dapat mencapai keberhasilan, kendatipun harus melanggar norma-norma sosial atau tujuan-tujuan budaya dan cara-cara ilegal lainnya.
Ada beberapa jenis penyimpangan
perilaku yang sering terjadi di lokasi permukiman, diantaranya adalah membuang
sampah disembarang tempat, corat-coret tembok, tamu menginap tidak melapor,
enggan membuat KTP, mabuk-mabukan dan skandal dengan sesama jenis, begadang
sambil menyanyi keras hingga larut malam dan menggoda para wanita pejalan kaki.